Monday, November 21, 2005

ADViCe

Giving advice is an easy thing, but receiving advice is another thing. I read a lot of books, and these days I'm very interested in the books of people skill because I find it interesting to understand people, it gives me more patience and sensitivity to others. And, sharing the things I got from the books with my friends is the thing I really like. I like discussion, and I like helping them to find a way out of their problems. Sounds good, isn't it? But it's not that good, knowing that I give a lot of advices to my friends while I less listen to my own words! I open my mouth but close my ears from my own advice! Isn't that bad? Indeed, it is.
But, I'm not going to leave it that way, I have to change. My advice aren't too bad, are they? :) So now I listen more to my advice and of course I'm open to the other's advice. And I'm trying to implement it to my life, now that sounds a lot better, right? ;)
Life's good, enjoy it!

Monday, November 14, 2005

KaLau KaRieR iSTRi LeBiH MaJu DaRi SuaMi - Part 3 TaMaT

Bagaimana caranya menanggulangi kesenjangan perkembangan karier ini? "Kami menganjurkan pasangan untuk berbicara dari hati ke hati, kalau mereka menjelaskan apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka perlukan dari pasangannya. Kebutuhan itu mungkin belum mereka terima karena pasangannya tidak tahu." Begitulah penjelasan Dr. Henry Spitz. Dengan istrinya, Spitz membuka praktek penasihat perkawinan di New York City.
Kalau suami-istri Spitz menghadapi pasangan yang mendapat kesulitan setelah pihak istri meningkat kariernya, maka mereka akan menelusuri sejarah suami-istri itu.
Mereka mencoba mengetahui bagaimana hubungan orang tua kedua belah pihak. Mungkin saja si wanita tidak mendapat dukungan dari orang tuanya ketika ia ingin menjadi wanita karier. Ketika si wanita berhasil juga mencapai cita-citanya, sering ia merasa bersalah. Mungkin aneh kedengarannya, tapi nyatanya banyak wanita karier yang tidak percaya diri.
Mereka pernah diyakinkan bahwa karier tidak bisa sejalan dengan kebahagiaan rumah tangga.
Ketika karier mereka ternyata bisa menanjak, mereka menjadi tidak yakin bisa berbahagia dengan suami. Secara tidak sadar mereka lantas "menghukum" diri sendiri dengan menyabot hubungan yang baik. Tak selalu latar belakang yang menimbulkan kerenggangan.
Bisa saja yang terjadi bahwa biang keladi hubungan yang tidak harmonis itu karena masing-masing memang sudah tidak tertarik lagi, atau kekurangan waktu untuk berduaan, atau putus komunikasi, contohnya Ririn dan Topo. Mereka menikah ketika masih muda sekali. Ririn bekerja untuk menghidupi keluarga sebelum Topo menamatkan kuliah. Setelah Topo menjadi sarjana hukum dan mapan, Ririn memutuskan bahwa sekarang tiba saatnya untuk meneruskan kuliahnya yang tertunda di fakultas ekonomi. Namun Topo selalu mencari-cari alasan agar Ririn terhalang menamatkan perguruan tinggi. Biayanya tinggilah, kasihan anak-anaklah, dsb. "Topo ketakutan karena ia merasa Ririn ingin menjauhkan diri darinya. Sebenarnya Ririn memang sudah merasa tidak tahan hidup dengan Topo. Ia ingin kuliah bukan ingin menamatkan perguruan tinggi, melainkan untuk mencari kesibukan yang memungkinkan ia melarikan diri dari ketidakpuasan di rumah," Susan menjelaskan.
Jadi, "konflik karena karier", kalau diteliti belum tentu benar-benar demikian. Sering karier cuma dijadikan alasan saja.

Di masa yang lampau, pembagian tugas antara suami-istri sangat jelas. Suami mencari nafkah, istri tinggal di rumah. Suami memusatkan pikiran pada pekerjaan. Istri memelihara hubungan emosional yang baik di rumah.
Namun zaman telah berubah. Wanita sudah merupakan bagian dari angkatan kerja. Siapa yang mesti memelihara hubungan baik dengan pasangannya di rumah? Mestinya kedua belah pihak. Namun, suami belum siap dan istri tidak bisa sepenuhnya lagi memainkan peranan itu. Kedua-duanya sering belum mampu menanggulangi perubahan peran itu.
Adalah tanggung jawab wanita dan pria zaman sekarang untuk menyesuaikan diri dengan keadaan, sebab kita tidak bisa hidup seperti di masa silam.

Dikutip dari Buletin Inisiatif - IFF, Edisi Oktober 2005

Friday, November 11, 2005

KaLau KaRieR iSTRi LeBiH MaJu DaRi SuaMi - PaRT 2

PRiA MaSa KiNi TiDaK MeMBLe
Kisah ini terjadi dalam kehidupan nyata, meskipun pernah ada film yang menggambarkannya dengan baik sekali. Komentar Linda kemudian, "Sebetulnya saya kasihan pada pria zaman sekarang. Kami, wanita, menginginkan pria yang berpikiran liberal dan peka, tetapi juga yang pandai mencari nafkah dan melindungi kami. Kombinasi ini sangat sulit dicari."
Apakah anda mengalami hal yang sama? "Fenomena ini saya lihat meningkat dengan pesat selama satu dasawarsa ini." kata seorang ahli psikoterapi AS, Berta R. Hershcopf. Direktur American Counseling And Services di New York City itu berpendapat, "Keinginan untuk memiliki karier yang sungguh-sungguh menimbulkan tambahan stress bagi wanita. Stress itu berpengaruh terhadap hubungan wanita dengan pasangannya. Kalau si wanita lebih sukses dari pada pasangannya, perimbangan kekuasaan mendapat peluang untuk tumbang. Mula-mula si wanita merasa kesal pada si pria, lalu merasa bersalah, dan akhirnya marah."
Bagaimana dengan si pria? "Ia merasa direndahkan dan malu," kata Hershcopf. Soalnya, si wanita seakan-akan berkata, "Aku tak bisa lagi mencintaimu, karena dibandingkan dengan aku, kau manusia gagal."
Padahal dibandingkan dengan rekan-rekan pria di masa yang lalu, pria masa kini tidak lebih memble. Cuma saja, sekarang lebih banyak wanita yang sukses. Kini terjadi persaingan antara pria dan wanita. Kalau pihak wanita yang berada di atas angin, si pria maupun si wanita, belum tahu cara menanggulangi segi emosional dan psikologisnya.
Menurut Pepper Schwarts dalam American Couples, penelitian tentang hubungan pria-wanita dalam bidang keuangan, pekerjaan, dan seks, menunjukkan bahwa wanita lebih bahagia kalau pasangannya sukses dalam pekerjaan. Sementara itu si suami tidak mau pasangannya lebih sukses daripada dia. Bukan cuma suami kuno yang berkeinginan begini, tetapi juga suami modern. Mereka tidak mau dianggap kurang dari istri, oleh diri sendiri, oleh istri, maupun oleh orang lain.
Menurut para peneliti itu, para pria yang memberi semangat kepada istrinya untuk mencapai sesuatu, akan sangat kompetitif kalau istrinya mulai memperlihatkan tanda-tanda akan melampaui sukses si suami. Konon suami-istri yang bersaing sengit tidak terlalu bahagia hidupnya.

Dikutip dari Buletin Inisiatif-IFF, Edisi Oktober 2005

Thursday, November 10, 2005

KaLau KaRieR iSTRi LeBiH MaJu DaRi SuaMi - PaRT 1

Perimbangan kekuasaan dalam rumah tangga berpeluang tumbang, hubungan antar suami-istri menjadi renggang, manakala karier istri melambung sedangkan karier suami melempem. Kalau saja pasangan tidak tau cara menanggulangi segi emosional dan psikologis kesenjangan itu, rumah tangga terancam bubar.
Linda (32) tinggal di Jakarta dan bekerja di sebuah biro perjalanan. Pasangannya, Dani, tampan dan pandai. Semula Dani cemerlang di tempat kerjanya. Lalu entah mengapa ia melempem dan bakal kehilangan pekerjaannya. Menganggur ternyata buruk akibatnya bagi Dani. Waktu luang yang panjang menyebabkan ia mengasihani diri sendiri secara berlarut-larut. Dani jadi cepat tersinggung dan makin lama makin tergantung pada Linda.
Lama kelamaan Linda jadi kesal. Ia berpendapat Dani tidak mau berjuang untuk mengubah nasib. Linda merasa tidak kuat diganduli terus pada saat ia sedang meniti karier.
Malam hari Linda sering tidak bisa tidur. "Mestinya aku lebih penuh pengertian kepadanya dan lebih giat membesarkan semangatnya," pikirnya. Namun, setiap kali niat baik Linda dikalahkan oleh rasa tidak sabar menghadapi pasangan hidupnya.
Sebagai wanita ia mengharapkan pasangannya bisa menjadi pelindung. Ternyata peran sebagai pelindung itu tidak bisa dimainkan oleh Dani. Linda harus melindungi dirinya dan ia merasa mampu melakukannya.
Di dalam hati kecilnya Linda tetap mengharapkan adanya pelindung. Soalnya, dia dibesarkan dalam keluarga di mana ayahnya berperan sebagai pelindung yang stabil, pencari nafkah yang baik, dan dominan. Ayahnya memiliki sifat-sifat pria yang sangat dihargai di masa lampau.
Jadi, ketika Linda harus berperan sebagai pencari nafkah dan orang yang lebih dominan dalam hubungannya dengan Dani, ia merasa tidak betah. Ia kehilangan rasa hormatnya pada Dani, dan juga rasa cintanya. Akhirnya, mereka berpisah.

Dikutip dari Buletin Inisiatif - IFF, edisi Oktober 2005

Tuesday, November 08, 2005

A NeW CHaLLaNGe

This is my first article after Idul Fitri. Some other offices are still closed, but we're already open since yesterday.
I can tell that I received 'Idul Fitri blessing' and I'm very grateful for that, Alhamdulillah, my boss called me yesterday, we talked for about an hour, about another opportunity the company gives to me. I was offered to be the Marketing Coordinator besides the job I'm doing now as the Sales Support Coordinator. I was surprised, and honestly, a little bit scared because I don't have marketing educational background. But it's a challange and I decided to take the chance. I'll learn, I've heard people say that the best way of learning is 'nyemplung' or doing it directly. So that's what I'm gonna do.
I prayed during Ramadhan to Allah for more rejeki, I thought I would meet a rich guy :) but no, I'm given better option, not just more rejeki, but also a bigger opportunity to learn new things and to improve. Sono molta fortunata... Alhamdulillah...