Monday, November 14, 2005

KaLau KaRieR iSTRi LeBiH MaJu DaRi SuaMi - Part 3 TaMaT

Bagaimana caranya menanggulangi kesenjangan perkembangan karier ini? "Kami menganjurkan pasangan untuk berbicara dari hati ke hati, kalau mereka menjelaskan apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka perlukan dari pasangannya. Kebutuhan itu mungkin belum mereka terima karena pasangannya tidak tahu." Begitulah penjelasan Dr. Henry Spitz. Dengan istrinya, Spitz membuka praktek penasihat perkawinan di New York City.
Kalau suami-istri Spitz menghadapi pasangan yang mendapat kesulitan setelah pihak istri meningkat kariernya, maka mereka akan menelusuri sejarah suami-istri itu.
Mereka mencoba mengetahui bagaimana hubungan orang tua kedua belah pihak. Mungkin saja si wanita tidak mendapat dukungan dari orang tuanya ketika ia ingin menjadi wanita karier. Ketika si wanita berhasil juga mencapai cita-citanya, sering ia merasa bersalah. Mungkin aneh kedengarannya, tapi nyatanya banyak wanita karier yang tidak percaya diri.
Mereka pernah diyakinkan bahwa karier tidak bisa sejalan dengan kebahagiaan rumah tangga.
Ketika karier mereka ternyata bisa menanjak, mereka menjadi tidak yakin bisa berbahagia dengan suami. Secara tidak sadar mereka lantas "menghukum" diri sendiri dengan menyabot hubungan yang baik. Tak selalu latar belakang yang menimbulkan kerenggangan.
Bisa saja yang terjadi bahwa biang keladi hubungan yang tidak harmonis itu karena masing-masing memang sudah tidak tertarik lagi, atau kekurangan waktu untuk berduaan, atau putus komunikasi, contohnya Ririn dan Topo. Mereka menikah ketika masih muda sekali. Ririn bekerja untuk menghidupi keluarga sebelum Topo menamatkan kuliah. Setelah Topo menjadi sarjana hukum dan mapan, Ririn memutuskan bahwa sekarang tiba saatnya untuk meneruskan kuliahnya yang tertunda di fakultas ekonomi. Namun Topo selalu mencari-cari alasan agar Ririn terhalang menamatkan perguruan tinggi. Biayanya tinggilah, kasihan anak-anaklah, dsb. "Topo ketakutan karena ia merasa Ririn ingin menjauhkan diri darinya. Sebenarnya Ririn memang sudah merasa tidak tahan hidup dengan Topo. Ia ingin kuliah bukan ingin menamatkan perguruan tinggi, melainkan untuk mencari kesibukan yang memungkinkan ia melarikan diri dari ketidakpuasan di rumah," Susan menjelaskan.
Jadi, "konflik karena karier", kalau diteliti belum tentu benar-benar demikian. Sering karier cuma dijadikan alasan saja.

Di masa yang lampau, pembagian tugas antara suami-istri sangat jelas. Suami mencari nafkah, istri tinggal di rumah. Suami memusatkan pikiran pada pekerjaan. Istri memelihara hubungan emosional yang baik di rumah.
Namun zaman telah berubah. Wanita sudah merupakan bagian dari angkatan kerja. Siapa yang mesti memelihara hubungan baik dengan pasangannya di rumah? Mestinya kedua belah pihak. Namun, suami belum siap dan istri tidak bisa sepenuhnya lagi memainkan peranan itu. Kedua-duanya sering belum mampu menanggulangi perubahan peran itu.
Adalah tanggung jawab wanita dan pria zaman sekarang untuk menyesuaikan diri dengan keadaan, sebab kita tidak bisa hidup seperti di masa silam.

Dikutip dari Buletin Inisiatif - IFF, Edisi Oktober 2005

No comments: